PROGRAM STUDY OF INTERNAL MEDICINE

Udayana University School of Medicine / Sanglah General Hospital

Loading
  • Kunjungan ke Panti Asuhan

  • Pelantikan Sp.P.D.

  • Mini Simpo

  • BAGUS 2018

  • Pemilihan Wakil Lurah

  • PKB XXX 2022

  • Current
  • Kunjungan ke Panti Asuhan
  • Pelantikan Sp.P.D.
  • Mini Simpo
  • BAGUS 2018
  • Pemilihan Wakil Lurah
  • PKB XXX 2022

KULIAH KHUSUS OLEH Dr. dr. YENNY KANDARINI, Sp.PD-KGH

17 January 2021, by Katrin Wilentina Siahaan
KULIAH KHUSUS OLEH Dr. dr. YENNY KANDARINI, Sp.PD-KGH

Pada hari Rabu, 6 Desember 2021, pukul 11.00 WITA, Dr. dr. Yenny Kandarini, Sp.PD-KGH memberikan kuliah khusus yang diadakan secara daring. Acara ini dihadiri oleh segenap residen penyakit dalam FK UNUD/RSUP Sanglah. Kuliah pada siang hari ini bertajuk “Management Anemia on CKD” yang dipandu oleh moderator dr. IGN. Agung Tresna Erawan, M. Biomed, Sp.PD.

Pada kuliah ini dibahas mengenai tatalaksana anemia yang tepat pada penderita gagal ginjal kronis, tatalaksana anemia pada predialiasis dan stadium dialiasis pada gagal ginjal kronis, terapi zat besi pada gagal ginjal, dan pemberian terapi ESA (Erythropoietin Stimulating Agents) pada penderita gagal ginjal kronis.

Anemia merupakan salah satu gejala dari penderita gagal ginjal kronis yang ditandai dengan penurunan kadar haemoglobin bersamaan dengan turunkan fungsi ginjal yang ditandai dengan turunnya nilai GFR terutama pada pasien dengan gagal ginjal stadium 3-5. Anemia adalah salah satu faktor penyebab tingginya faktor mortalitas dan morbiditas yang mengakibatkan angka kejadian CVD semakin meningkat, sehingga membuat kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis semakin menurun. Pentingnya pemeriksaan dini pada pasien gagal ginjal stadium awal dalam penegakan anemia seperti pemeriksaan darah lengkap agar pasien gagal ginjal yang mengalami gagal ginjal dapat dievaluasi dengan tepat. Pada pasien gagal ginjal yag belum mengalami anemia dapat dilakukan skrining minimal 1 tahun sekali, dan pada kondisi tertentu skrining dilakukan lebih sering misalnya pada penderita diabetes, kelainan jantung dan riwayat penurunan Hemoglobin sebelumnya. Anemia pada gagal ginjal kronis terutama disebabkan oleh menurunya kapasitas produksi eritropoetin. Disebut anemia jika kadar Hemoglobin < 14 gr/dl pada laki-laki atau < 12 gr/dl pada perempuan.

Terapi anemia pada gagal ginjal kronik meliputi pemberian zat besi, ESA dan transfusi sel darah merah. Pada pasien yang belum mendapatkan ESA sebelumnya, pemberian zat besi dapat dipertimbangkan.

Tatalaksana anemia pada pasien gagal ginjal kronis yang sudah mendapatkan terapi hemodialis dapat diberikan ESA atau zat besi (intra vena) dengan harapan dapat mengurangi gejala anemia pada pasien gagal ginjal kronis dengan target perbaikan kadar haemoglobin adalah 11-12 gr/dl. KDIGO (Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic Kidney Disease 2012) merekomendasikan pada pasien anemia yang belum mendapat terapi besi maupun terapi ESA, disarakan untuk diberikan terapi besi (trial therapy) secara intravena pada pasien hemodialisis dan oral pada pasien gagal ginjal kronis nondialisis dan pasien gagal ginjal kronis predialisis selama 1-3 bulan bila saturasi ferritin < 30% dan ferritin < 500 ng/ml. terapi besi percobaan tersebur juga disarankan pada pasien yang sudah mendapatkan ESA namun belum mendapatkan terapi besi.

Terapi besi ada pada dua fase yaitu fase koreksi dan pemeliharaan. Pada fase koreksi bertujuan untuk koreksi anemia absolut sampai status besi cukup yaitu ST > 20% dan FS > 100-500ng/ml. Pada fase pemeliharaan bertujuan untuk menjaga kecukupan kebutuhan besi dengan target terapi ST 20-50% dan FS 100-500 ng/ml. Pemberian zat besi tidak direkomendasikan pada pasien dengan saturasi ferritin > 30% dan ferritin > 500ng/ml, kecuali bila manfaat pemberian obat lebih banyak dibanding kemungkinan risiko yang terjadi.

Terapi ESA diberikan setelah faktor lain yang memperberat anemia pada pasien gaga; ginjal kronis telah disingkirkan. Indikasi pemberian ESA apabila Hb < 10 gr/dl dan tidak terdapat defesiensi absolut dan tidak ada infeksi yang berat. Preparat ESA antaralain Eritropoetin alfa, eritropoetin beta, darbepoetin alfta dan methoxy polyethylene glycol-epoetin beta. Dosis EPO pada fase koreksi dimulai 2000-5000 IU 2 kali seminggu secara subkutan, dosis pemeliharaan EPO adalah 2000-5000 IU per minggu dengan target kenaikan Hb 0,5-1,5 gr/dl dalam 4 minggu.

Transfusi darah pada gagal ginjal kronis adalah pilihan terakhir pada tatalaksana anemia karena akan membuat banyak komplikasi yang timbul baik saat transfusi atau setelah transfusi seperti kelebihan cairan di sirkulasi, infeksi, reaksi transfusi dan kelebihan zat besi. Transfusi darah diberikan apabia gagal terapi pemberian zat besi sampai pemberian ESA dan apabila terdapat perdarahan yang aktif sampai mengancam nyawa pasien. Transfusi diberikan bertahap agar terhindar dari kelebihan cairan di sirkulasi yang dapat berdampak buruk pada pasien.

Kuliah khusus kali ini berlangsung selama 1 jam dan diakhiri dengan diskusi dan pertanyaan dengan peserta didik program studi ilmu penyakit dalam. Pemateri menekankan agar pentingnya keputusan yang tepat dalam penatalaksaan anemia pada pasien gagal ginjal kronis sesuai dengan kebutuhan dan target yang akan dicapai agar kondisi dan harapan hidup pasien gagal ginjal kronis menjadi lebih baik. Semoga kegiatan kuliah khusus dapat terus dipertahakan dengan materi-materi yang sering ditemui sehingga menjadi wadah yang baik untuk transfer ilmu pengetahuan dan refreshing ilmu kepada para peserta didik serta staff pengajar di lingkungan Program Studi Ilmu Penyakit Dalam dan Departemen/KSM Penyakit Dalam.

Head Office of internal Medicine Program Study
Angsoka Building 4th floor, Sanglah Hospital, Denpasar, Bali
Telp. (0361) 246274 Fax. (0361) 235982
email: internaudayana@gmail.com